Seorang
anak dengan retardasi mental selalu akan menghadapi persoalan baik yang berasal
dari dirinya, keluarganya maupun masyarakat di sekitarnya. Kurangnya kemampuan
intelektual dan penyesuaian diri anak menyebabkan anak kurang mampu bergaul
dengan teman- teman sebayanya sehingga anak sering dipencilkan dari pergaulan
teman-teman seumurnya akibatnya anak bergaul atau bermain dengan teman-teman
yang lebih muda atau mengurangi kegiatannya sampai menarik diri dari pergaulan.
Orang
tua atau keluarga sering kecewa terhadap kemampuan penderita sehingga akhirnya
bersikap menolak. Akibat sikap penolakan ini, penderita mengalami kekurangan
kasih sayang dan perhatian padahal justru penderita dengan retardasi mental lebih
membutuhkan pengertian yang mendalam dan perhatian dari orang tua yang melebihi
anak normal. Akibatnya anak sering mengalami ketegangan, kesedihan,
kebingungan, karena kurangnya bimbingan atau tuntunan yang jelas. Hal ini
sering menyebabkan anak melakukan tindakan kriminil karena adanya rasa penolakan
orang tua dan kurangnya pengertian memilih hal-hal yang baik dan buruk serta kurangnya
kemampuan mengontrol diri sendiri.
Kurangnya
kepandaian, ketrampilan, kemampuan bersaing serta daya penyesuaian diri
menyebabkan sukarnya menempatkan anak dalam masyarakat sehingga mereka sukar
mendapatkan sekolah atau pekerjaan yang layak. Hal ini juga merupakan faktor predisposisi
untuk melakukan tindakan kriminil, karena anak merasa ditolak oleh masyarakat juga
Bagi
anak terbelakang diperlukan pendidikan khusus yang sesuai dengan derajat keterbelakangannya,
misalnya pendidikan luar biasa bagi anak tergolong debil dan imbesil ringan dan
sedang. Retardasi mental tingkat perbatasan (subnormal) masih dapat mengikuti
Sekolah dasar biasa, sedangkan retardasi mental tingkat berat dan sangat berat
tidak dapat mengikuti pendidikan luar biasa; yang diperlukan bagi mereka hanya
latihan untuk dapat merawat diri sendiri dan mempunyai kemampuan bergaul dengan
anak lain, pelajaran membaca dan berhitung boleh dihilangkan. Tujuan dari Sekolah
Luar Biasa tidak berbeda dengan tujuan sekolah untuk anak normal, yakni melatih
belajar membaca dan berhitung disertai dengan mengembangkan ketrampilan hubungan
sosial anak, ketrampilan tangan sesuai dengan bakat anak dan latihan tanggung
jawab dalam masyarakat.
Pengajaran
terhadap anak dengan retardasi mental :
1.
Membantu anak untuk berlatih menentukan
pilihan personal.
2.
Sesuaikan instruksi pengajaran dengan kebutuhan si anak.
3.
Sebagaimana halnya mengajar anak yang mengalami ketidak mampuan lainnya,
berilah contoh konkret dari satu konsep, Gunakan instruksi pengajaran yang
jelas dan sederhana.
4.
Beri anak Retardasi Mental kesempatan untuk melatih apa-apa yang telah mereka
pelajari. minta mereka mengulangi
beberapa kali konsep yang telah mereka pelajari tadinya sampai mereka
menguasainya.
5.
Perhatikan rasa penghargaan diri si anak. Dalam maksud, jangan
membanding-bandingkan dengan anak yang tidak mengalami retardasi mental.
6.
Jangan berprasangka negatif terhadap kemampuan belajar anak. Biasanya kita
mudah tergoda untuk menggangap anak retardasi mental itu sebagai anak yang
tidak bisa berprestasi baik itu secara akademik
7.
Sadari bahwa banyak anak dengan retardasi mental bukan hanya memiliki kebutuhan
akademik, tetapi juga membutuhkan bantuan untuk meningkatkan keterampilan
perawatan diri dan keterampilan sosial.
8.
Cari dukungan sumber daya. Gunakan asisten guru dan rekrut sukarelawan untuk
membantu anada mendidikan anak yang retardasi mental. Banyak orang dewasa yang
terdidik yang sudah pensiun mungkin mau membantu, Mereka dapat membantu anda
untuk meningkatkan jumlah instruksi kepada anak.
9.
Libatkan orangtua sebagai mitra mendidik anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar